KONSEP
KEKHALIFAHAN SEBAGAI MANIFESTASI IMAN DALAM ASPEK KEILMUAN, HUKUM, IBADAH,
KEKUASAAN, AKHLAQ DAN PENDIDIKAN
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada
Mata Kuliah
“Ilmu
Kalam”

Disusun Oleh :
Bryan Priyambudi
|
210315009
|
Faisal Amar
|
210315013
|
Fery Surya Saputra
|
210315005
|
Semester 1 (Ganjil)
Dosen Pengampu :
Sunartip, M.Sy.
JURUSAN
TARBIYAH
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PONOROGO
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Kata Pengantar
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, Allah menciptakan manusia salah
satunya adalah untuk menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi. Dimulai dari
memimpin dirinya sendiri dan bahkan hingga memimpin umat. Status manusia yang
sebagai khalifah itulah yang nantinya akan dihubungkan dengan keimanan yang
dimilikinya untuk mempertanggung jawabkan segala perilakunya di akhirat nanti.
Makalah ini akan membahas tentang konsep kekhalifahan sebagai manifestasi
iman di dalam beberapa aspek, diantaranya aspek keilmuan, hukum, ibadah,
kekuasaan, akhlaq dan pendidikan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan mampu mengambil
pelajaran apa yang terdapat dalam makalah ini. Amin.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
pengertian khalifah dan iman ?
2.
Bagaimana
manifestasi iman dalam aspek keilmuan ?
3.
Bagaimana
manifestasi iman dalam aspek hukum ?
4.
Bagaimana
manifestasi iman dalam aspek ibadah ?
5.
Bagaimana
manifestasi iman dalam aspek kekuasaan ?
6.
Bagaimana
manifestasi iman dalam aspek akhlaq ?
7.
Bagaimana
manifestasi iman dalam aspek pendidikan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Khalifah dan Iman
Khalifah mengandung makna yang katsrah (banyak), yang
diantaranya pemimpin, penguasa, dan yang menggantikan kedudukan orang banyak.
Artinya : “ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para
Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui." (Q.S. Al Baqarah : 30)
Dari ayat diatas, Ibnu Abbas mendefinisikan khalifah sebagai pengganti Allah dalam
menegakkan hukum-hukum-Nya di antara para makhluk-Nya. At-Thabari, dengan
menggunakan riwayat dari Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud, mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan kata “khalifah” adalah Adam dan keturunannya yang taat kepada
perintah dan aturan Allah.[1]
Sedangkan iman menurut bahasa artinya adalah
“percaya”, yaitu mempercayai akan ke-Esaan Allah dengan segala sifat-sifat Nya
yang sempurna. Untuk memantapkan kepercayaan tersebut, perlu iman yang benar
dan tauhid yang betul. Sesungguhnya iman bukanlah sekedar percaya saja,
melainkan juga harus dibuktikan dengan amal perbuatan nyata. Misalnya,
kepercayaan kepada Allah harus diikuti dengan melaksanakan perintahNya dan
menjauhi segala laranganNya dengan dasar kecintaan. Karena orang beiman itu
sangat cinta kepada Allah. Iman merupakan pondasi dasar yang harus
dimiliki oleh setiap muslim sejati, karena dengan iman, hidup seseorang akan
teratur, terarah dan terntram. Kita semua adalah pemain sandiwara. Main
sandiwara jika dipimpin dengan iman dan takwa akan aman dan terpelihara.
Artinya, manakala iman dan takwa telah menjadi jiwa yang bermain dalam
sandiwara, pasti dunia aman. Kareana orang yang beriman punya tanggung jawab
langsung kepada Allah dan punya kewajiban moril terhadap sesama manusia dan dunia
seisinya.[2] Pentingnya iman dijelaskan Allah SWT. dalam firman-Nya :
Artinya : “Itulah orang-orang yang beriman dengan
sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi
Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.” (Q.S. Al Anfaal : 4)
Dari penjelasan diatas kami berkesimpulan
bahwa khalifah adalah pengganti Allah di muka bumi sebagai pemimpin yang
melaksanakan segala perintah dan hukum-hukum Allah. Sedangkan iman adalah
mempercayai adanya Allah sekaligus mempercayai kebesaran dan sifat-sifat-Nya
yang sempurna. Oleh kerena itu kami akan membahas tentang konsep kekhalifahan
sebagi menifestasi iman dalam beberapa aspek kehidupan kita yang berkaitan
dengan keilmuan, hukum, ibadah, kekuasaan, akhlaq dan pendidikan.
B.
Manifestasi Iman Dalam Aspek Keilmuan
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima-ya’lamu yang berarti tahu atau
mengetahui. Dalam bahasa Inggris ilmu biasanya dipadankan dengan kata science yang dalam bahasa Indonesia pada
umumnya diartikan “ilmu” tetapi sering diartikan dengan ilmu pengetahuan.
Bagi seorang yang beriman, mencari ilmu sangatlah penting seperti yang
telah Allah SWT. firmankan :
Yang artinya : “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S.
Al-Mujaadilah : 11)
Allah akan meninggikan derajat bagi orang-orang yang beriman dan berilmu,
artinya dihadapan Allah orang yang berilmu memiliki derajat yang tinggi. Tidak
hanya dihadapan Allah, orang akan dihormati oleh orang lain sesuai
bidang ilmu yang ia kuasai. Misalnya orang yang ahli dalam bidang teknologi
semisal komputer, maka orang akan segan dan hormat kepadanya ketika tiba
pembahasan soal komputer. Begitu juga pada bidang filsafat, politik, bahasa,
budaya, dan semua bidang keilmuan yang lain.[3]
Tidak
hanya di dalam Al Quran, pentingnya mencari ilmu bagi seorang muslim yang
beriman juga terdapat dalam hadits, diantaranya :
"Barangsiapa yang menuntut ilmu yang pelajari hanya karena Allah
Ta’ala sedang ia tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan mata-benda dunia,
ia tidak akan mendapatkan bau surga pada hari kiamat". (HR: Ahmad, Abu
Daud dan Ibnu Majah)
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Barang siapa yang menempuh jalan menuntut ilmu, akan dimudahkan Allah SWT
untuknya ke surga.” (HR. Muslim,
At-Tirmidzi, Ahmad dan Al-Baihaqi).[4]
“Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim;
sesungguhnya orang yang menuntut ilmu itu dimintakan ampunan baginya oleh semua
mkahluk hingga ikan-ikan yang ada di laut.” (Riwayat
Abdul Barr melalui Anas ra.)
Menuntut ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim. Menuntut
ilmu agama hukumnya fardhu ‘ain, sedangkan menuntut ilmu yang menyangkut
kemaslahatan umum, hukumnya fardhu kifayah. Segala sesuatu ikut mendoakan orang
yang sedang menuntut ilmu dan memintakan ampun kepada Allah untuknya
sehinggasemua ikan yang ada di laut pun ikut memohonkan ampunan baginya.
Selain itu menuntut ilmu adalah merupakan kewajiban bagi
setiap muslim seperti disebutkan dalam Hadits Nabi lainnya. Sesungguhnya ilmu
itu adalah wajib bagi tiap-tiap muslim. Menuntut ilmu itu wajib bagi perempuan
dan laki-laki, bagi orang miskin dan orang kaya, dll. Menunut ilmu itu tidak
ada batasannya, ilmu harus dicari mulai dari buaian ibu sampai liang lahat.[5]
Cukuplah jelas kiranya paparan di atas
menjadi dalil keharusan belajar bagi orang yang beriman, dan tidak ada lagi secuilpun
alasan untuk enggan belajar. Terlebih kalimat pertama yang
diwahyukan Allah kepada nabi Muhammad SAW. berbunyi "IQRA” yang artinya “Bacalah”, kalimat
tersebut banyak ditafsirkan perintah untuk membaca (mempelajari) apa saja,
karena tidak adanya obyek bacaan yang diperintahkan untuk dibaca pada ayat
tersebut.
Dari
penjelasan diatas kami berpendapat bahwa perwujudan (manifestasi) dari sebuah
iman dalam aspek keilmuan adalah dengan menuntut ilmu sesuai yang diperintahkan
Allah, bukan ilmu yang hanya berorientasi pada dunia saja tetapi juga
berorientasi pada kepentingan di akhirat nanti.
C.
Manifestasi
Iman Dalam Aspek Hukum
Dalam hal ini, maksud dari manifestasi iman dalam aspek
hukum adalah pengaruh keimanan seseorang terhadap kesadaran akan hukum agama.
Dimana keimananlah yang menjadi pondasi dasar untuk melaksanakan hukum-hukum
yang telah ditetapkan oleh Allah. Misalnya hukum melakukan zina, meminum khamar,
mencuri, membunuh, dll. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah beberapa
contoh penjelasan yang berkaitan tentang manifestasi iman dalam aspek hukum.
a) Hukum Meminum Khamar
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu).”
Penyebutan khamar diiringkan dengan berkorban untuk berhala dan mengundi
nasib dengan anak panah, sedangkan mengenai al azlam (mengundi nasib dengan anak
panah) ini adalah suatu kedurhakaan.
Ibnu Abbas r.a. berkata : “ketika khamar
diharamkan, maka sebagian sahabat Rasulullah SAW. datang menjumpai sebagian
yang lain, dan mereka berkata, “Telah diharamkan khamar dan dijadikan sebanding
dengan syirik.” (HR. Thabrani)[6]
Sebagai orang yang beriman, salah satu bentuk wujud keimananannya adalah
dengan tidak meminum khamar, karena khamar adalah sesuatu yang haram dan bahkan
menurut hadits diatas dijadikan sebanding dengan syirik.
b) Hukum Berzina
Zina adalah
perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan
yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan). Secara
umum, zina bukan hanya di saat manusia telah melakukan hubungan seksual, tapi
segala aktivitas-aktivitas seksual yang dapat merusak kehormatan manusia
termasuk dikategorikan zina. Hukum zina dalam Islam adalah haram
karena Allah sangat mencela perbuatan ini. Allah SWT. berfirman :
Artinya : “dan janganlah kamu
mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu
jalan yang buruk.”
Hadits tentang zina antara lain :
“Seorang muslim yang bersyahadat tidak
halal dibunuh, kecuali tiga jenis orang: ‘Pembunuh, orang yang sudah menikah
lalu berzina, dan orang yang keluar dari Islam” (HR. Bukhari no. 6378, Muslim no. 1676)
Abu Hurairah berkata: “Iman itu suci. Orang yang berzina, iman meninggalkannya. Jika ia
menyesal dan bertaubat, imannya kembali” (HR.
Ibnu Abi Syaibah dalam Syu’abul Iman, di-shahihkan
Al Albani dalam Takhrij Al Iman, 16)
Hukuman di Dunia bagi orang yang berzina adalah dirajam (dilempari batu)
jika ia pernah menikah, atau dicambuk seratus kali jika ia belum pernah menikah
lalu diasingkan selama satu tahun. Jika di Dunia ia tidak sempat
mendapat hukuman tadi, maka di Akhirat ia disiksa di neraka. Bagi wanita
pezina, di Neraka ia disiksa dalam keadaan tergantung pada payudaranya.[7]
Dari dua contoh penjelasan diatas, bahwa yang dimaksud
dengan manifestasi iman dalam aspek hukum adalah melaksanakan segala
hukum-hukum yang sudah Allah tetapkan. Orang yang melangar hukum tersebut
dianggap tidak beriman atau kehilangan keimanannya hingga ia bertaubat kembali.
Seorang yang beriman wajib melaksanakan hukum atau perintah Allah sebagai wujud
keimanannya, namun apabila ia melanggarnya maka akan mendapat hukuman sesuai
yang telah Allah tetapkan.
D.
Manifestasi Iman Dalam Aspek Ibadah
Pengertian
ibadah secara terminologi Islam adalah kepatuhan kepada Tuhan yang didorong
oleh rasa kekaguman dan ketakutan. Jadi tahap awal ibadah adalah kepatuhan
kepada Allah yang didorong oleh rasa kekaguman dan ketakutan. Tetapi apabila
ibadah itu sudah berkembang kualitasnya maka ibadahnya itu memiliki
muatan-muatan aspek kekaguman, keihklasan, kepatuhan, pengharapan dan sekaligus
kecintaan, kekaguman kepada Allah karena kebesaran-Nya, kenikmatan atau
kekuasaan-Nya.
Ibadah
merupakan manifestasi iman. Oleh sebab itu sebelum melakukan ibadah maka
keimanan harus lebih dahulu tertanam dalam jiwa manusia. Ibadah yang
tidak didasari iman, maka muatan-muatan yang disebutkan diatas tidak akan
terwujud, sebaliknya orang yang memiliki iman yang bagus, maka ibadahnya akan
memiliki kualitas. Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Q.S. Adz Dzariyaat ayat 56 :
Artinya : “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q.S. Adz Dzariyaat : 56)[8]
Jin dan manusia dijadikan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya. Tegasnya,
Allah menjadikan kedua makhluk itu sebagai makhluk-makhluk yang mau beribadah,
diberi akal dan panca indera yang mendorong mereka menyembah Allah. Untuk
beribadahlah tujuan mereka diciptakan. Dengan demikian, ibadah yang dimaksud
disini lebih luas jangkauannya daripada ibadah dalam bentuk ritual. Tugas
kekhalifahan termasuk dalam makna ibadah dan dengan demikian hakekat badah
mencakup dua hal pokok. Yang pertama dalah kemantapan makna penghambaan diri
kepada Allah dalam hati setiap insan, yang kedua adalah mengarah kepada Allah
dengan setiap gerak anggota badan dan setiap gerak dalam hidup.[9]
Bersungguh-sungguh dalam beribadah terdapat dalam hadits :
“perbaikilah urusan dunia kalian dan
beramallah untuk akhirat kalian seakan-akan kalian akan mati besok.” (Riwayat Ad-Dailami melalui Anas ra.)
Hadits ini maknanya sama dengan hadits lain yang mengatakan, “Hiduplah
untuk duiawimu seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya dan hiduplah untuk
akhiratmu seakan-akan kamu akan mati dari kepentingan duniawimu.” Karena
kepentingan dunia bersifat sementara, sedangkan kepentingan akhirat abadi. Dunia
ini tidak lain hanyalah rumah percobaan, sedangkan akhirat adalah tempat yang
kekal.[10]
Dari penjelasan diatas sudah sangat jelas sebagimana manusia diciptakan
hanya untuk beribadah kepada Allah, dalam hidup didunia haruslah lebih
mementingkan akhirat karena dunia hanyalah sementara sedangkan kehidupan
akhirat adalah kekal.
E.
Manifestasi Iman Dalam Aspek Kekuasaan
Setiap
orang menghendaki untuk menonjol, dikenal, serta menjadi yang
nomor satu. Dari sifat itu untuk orang yang tidak memiliki kualitas keimanan yang baik, maka akan muncul ambisi untuk menjadi penguasa yang terkadang tidak memperhatikan kapasitas baik keilmuan maupun pengalaman. Akhirnya terjadilah pertarungan antara calon-calon penguasa yang seharusnya tidak layak untuk mencalonkan diri. Terjadi kemunafikan, pun fitnah-fitnah politik. Akhirnya terpilihlah penguasa yang dzhalim.
nomor satu. Dari sifat itu untuk orang yang tidak memiliki kualitas keimanan yang baik, maka akan muncul ambisi untuk menjadi penguasa yang terkadang tidak memperhatikan kapasitas baik keilmuan maupun pengalaman. Akhirnya terjadilah pertarungan antara calon-calon penguasa yang seharusnya tidak layak untuk mencalonkan diri. Terjadi kemunafikan, pun fitnah-fitnah politik. Akhirnya terpilihlah penguasa yang dzhalim.
Ambisi
untuk menjadi penguasa adalah hal yang tabu bagi mu'min sejati. Adapun jiwa
kepemimpinan memang selalu ada, namun ambisi menjadi penguasa tidaklah
terbersit dalam benaknya. Seandainya pun jika ia harus menjadi pemimpin, maka
dia adalah pemimpin yang terpilih atas pilihan serta keinginan rakyatnya
sendiri. Dan dengan demikian seperti pada sebuah hadits
diriwayatkan bahwasanya pemimpin yang diangkat oleh rakyat maka Allah akan
memberikan kemudahan baginya.[11] Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi
sebahagian yang lain. Barangsiapa
diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu
Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.”
Ayat diatas menerangkan bahwa ada syarat pemimpin atau
imam yang harus kita taati yaitu imam yang berasal dari golongan muslim. Dan
banyak lagi ayat yang menjelasakan tentang figur seorang pemimpin yang harus
kita taati. Dan apabila kita memuliakan imam Allah mkaa Allah akan memuliakan
kita di hari akhirat nanti.[12]
Mu'min
sejati akan membawa karakteristik kemu'minannya di mana pun ia berada. Termasuk
ketika ia menjadi seorang pemimpin, ia akan berlaku adil, menjadi
pengayom-ayom, melayani segala aspirasi dan keinginan rakyat, serta berlaku
jujur dan bijaksana. Sifat pemimpin mu'min selalu memikirkan sebab dan akibat,
semisal dalam memberikan kebijakan atas sesuatu, ia memikirkan segala
kemungkinan yan terjadi. Selalu mendahulukan kepentingan umum dan tidak egois.
Lain halnya yang mungkin tidak memiliki karakteristik pemimpin mu'min, pemimpin
yang demikian hanya mementingkan kepentingan pribadi atau satu golongan, dan
bersikap masa bodoh dengan banyak golongan lain yang masih tersisa yang mungkin
banyak dirugikan.
F.
Manifestasi
Iman Dalam Aspek Akhlaq
Salah
satu dari beberapa tugas Nabi Muhammad SAW. di muka bumi adalah untuk
menyempurnakan akhlaq manusia. Rasulullah SAW. bersabda :
“Bahwasanya
aku diutus Allah untuk menyempurnakan keluhuran akhlaq”
(HR. Ahmad)
Beliau begitu lembut tutur katanya, santun perangainya, dan bijaksana dalam
bersikap. Keluhuran akhlaq beliau dapat kita mengerti karena beliau merupakan
manusia yang terjaga dan dijaga langsung oleh Allah. Bahkan ketika beliau berbuat sedikit saja kesalahan
langsung mendapat teguran dari Allah swt. Akan tetapi yang lebih penting lagi
kita perlu cermati adalah keluhuran akhlak beliau ini merupakan manifestasi
keimanan beliau yang begitu besar dan mendalam kepada Allah swt. Tugas di atas
tentu saja tidak bersifat parsial tetapi justru holistik atau menyatu, berkait
dan berkelindan. Dengan demikian kita pahami bahwa akhlak mulia itu tidak berdiri
sendiri di suatu sisi lalu keimanan itu berdiri di sisi yang lainnya. Keduanya
adalah satu kesatuan.
Dalam
suatu hadits dinyatakan bahwa sesungguhnya Allah swt tidak memerlukan ibadah
yang kita kerjakan, melainkan ibadah yang seorang muslim lakukan adalah demi
kebaikan diri mereka sendiri. Allah SWT. berfirman :
Artinya :
“bacalah apa
yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan
mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Kondisi faktual iman seseorang dapat diketahui dari perilaku dan
akhlaknya. Iman yang kokoh kuat akan dimanifestasikan dalam bentuk akhlak yang
baik dan mulia. Sedangkan akhlak yang buruk dan hina adalah gambaran yang
diberikan oleh imannya yang lemah. Sosok yang lemah imannya akan mudah
tergelincir kepada perbuatan buruk yang merugikan dirinya. Akhlak sendiri adalah
suatu sikap perilaku yang spontan dan tidak dibuat-buat. Oleh karena itu reaksi
spontan dari kebaikan iman seseorang adalah perilaku dan akhlaknya yang baik.
Guna menjaga stabilitas tingkat keimanan, Allah swt telah memperingatkan pada kita dalam firmannya :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah
kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”
Tuntutan atas iman dan takwa seseorang adalah dengan berbuat baik
dan benar. Manifestasi dari ketinggian iman seseorang adalah akhlak dan
perbuatan baik yang dilakukan. Rasulullah saw telah memberikan gambaran
kelemahan iman seseorang yang berwujud pada hilangnya rasa malu. Rasulullah saw
bersabda, “Rasa malu dan iman itu sebenarnya padu menjadi satu, maka
bilamana lenyap salah satunya hilang pulalah yang lain.”
Rasulullah
saw bersabda, “Kaum mukminin yang
paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara
mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Rasulullah
saw bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian
dan orang yang paling dekat duduknya denganku pada hari kiamat adalah
orang yang paling baik akhlaknya di antara kalian.” (HR.
Bukhari)
Berbagai macam bentuk ibadah sebagaimana termaktub dalam rukun
Islam seperti shalat, puasa, zakat, dan
haji serta ibadah-ibadah sunnah lainnya adalah program-program yang telah
diajarkan oleh Islam. Semua program ibadah itu ditetapkan sebagai sarana untuk
mensucikan jiwa dan memelihara kehidupannya yang mulia dalam cahaya iman takwa.
Sehingga bagi jiwa-jiwa suci yang kehidupannya selalu dipandu cahaya kebenaran
itu yang kesehariannya adalah mereka-mereka yang berakhlak yang mulia,
berperilaku yang santun, berbudi pekerti yang baik. Sekali lagi, intisari
ibadah adalah untuk mensucikan jiwa, hati, dan pikiran untuk memperluas dan
memperdalam hubungan dan interaksi dengan Allah swt dan juga sesama manusia
serta makhluk Allah swt lainnya.[13]
G.
Manifestasi Iman Dalam Aspek Pendidikan
Persoalan
dunia pendidikan demikian kompleks. Banyak pihak yang terlibat di dalamnya
mulai dari penyelenggaraan pendidikan, pemerintah, para guru, para orang tua
dan lingkungan masyarakat. Namun demikian yang sangat disesalkan adalah mengapa
pendidikan agama di sekolah hanya diajarkan selama dua jam pelajaran dalam satu
minggu. Padahal, pelajaran agama inilah yang sangat penting. Bila pelajaran
agama berhasil di sekolah-sekolah niscaya walaupun fasilitas sekolah belum
sempurna, perilaku anak sekolah tidak seperti yang kita saksikan sekarang ini.
Semua ini terjadi karena kita telah melecehkan iman dan takwa dalam dunia
pendidikan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan:
1. Khalifah adalah pemimpin, penguasa, dan yang menggantikan kedudukan orang
banyak.
2. Konsep kekhalifahan
dalam manifestasi iman itu meliputi:
a.
Manifestasi iman dalam aspek keilmuan:
Allah akan meninggikan derajat bagi
orang-orang yang beriman dan berilmu, artinya dihadapan Allah orang yang
berilmu memiliki derajat yang tinggi. Tidak hanya dihadapan Allah, orang akan dihormati oleh
orang lain sesuai bidang ilmu yang ia kuasai.
b.
Manifestasi iman dalam aspek
hukum:
Dalam hal ini, maksud dari manifestasi iman
dalam aspek hukum adalah pengaruh keimanan seseorang terhadap kesadaran akan
hukum agama. Dimana keimananlah yang menjadi pondasi dasar untuk melaksanakan
hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah.
c.
Manifestasi
iman dalam aspek ibadah:
kepatuhan kepada Tuhan yang didorong oleh rasa kekaguman dan ketakutan.
d. Manifestasi
iman dalam aspek kekuasaan:
Dari
sifat itu untuk orang yang tidak memiliki kualitas keimanan yang baik, maka akan
muncul ambisi untuk menjadi penguasa yang terkadang tidak memperhatikan
kapasitas baik keilmuan maupun pengalaman.
e. Manifestasi
iman dalam aspek akhlaq:
Salah
satu dari beberapa tugas Nabi Muhammad SAW. di muka bumi adalah untuk
menyempurnakan akhlaq manusia.
f.
Manifetasi iman dalam aspek pendidikan:
Persoalan dunia pendidikan demikian kompleks.
[2]Achmad Cahyadi, Manifestasi Iman dalam http://achmad-cahyadi.blogspot.co.id/2011/10/manifestasi-iman.html?m=1 (diakses pada 3 Desember 2015 pukul 21:10 WIB.)
[3] Rizky Aftah, Ilmu Kalam dalam http://rizqiafta.blogspot.com/2013/05/ilmu-kalam.html?=1 (diakses pada 2 Desember 2015 pukul 19:16 WIB.)
[5]Buya H. Muammad Alfis Chaniago, Indeks Hadits Dan Syarah Jilid 1 (Bekasi
; CV. Alfonso Pratama, 2012) hlm. 658
[6] Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid I (Jakarta
; Gema Insani Press, 1996) hlm. 810-811
[7] Muhammad Syafiq Hanafi, Hukum Berzina Dalam Islam dalam https://muhsyafiqhan.wordpress.com/2012/12/26/hukum-berzina-dalam-islam/ diakses pada 4 Desember 2015 pukul 9:24 WIB.)
[8] Chaeriatun, Ibadah Sebagai Manifestasi Iman dalam file:///D:/IBADAH%20SEBAGAI%20MANIFESTASI%20IMAN%20_%20chaeriatun.htm ( diakses pada 4 Desember 2015 pukul 20:WIB.)
[9] Hima Farihah, Tafsir Surat Adz Dzariyaat Ayat 56 dalam
http://himafarihah.blogspot.com/2013/07/tafsir-surat-adz-dzaariyat-ayat-56.html?m=1
( diakses pada 4 Desember 2015 pukul 20:14 wib.)
[12]Buya H. Muhammad Alfis Chaniago, Indeks Hadits Dan Syarah Jilid 2 (Bekasi
; CV. Alfonso Pratama, 2012) hlm. 432
[13]Satria Budi Kusuma, Akhlaq Manifestasi Iman dalam http://www.dakwatuna.com/2013/03/25/29919/akhlak-manifestasi-iman/#axzz3tXlAarTx (diakses pada 6 Desember 2015 pukul 19:57 WIB.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar