Rabu, 04 Juli 2018

full ceramah di ponpes darul huda mayak tonatan ponorogo



SIRAMAN ROHANI OLEH PENGASUH PONDOK PESANTREN DARUL HUDA MAYAK 

PONOROGO............

lomba hadroh di ponpes darul huda mayak ponorogo


lomba hadroh loooorrrr.. check it dott.......

video tentang kegiatan di ponpes darul huda mayak tonatan ponorogo



SUASANA DAN KEGIATAN DI PONPES DARUL HUDA MAYAK PONOROGO, WATCHING DO IT.........

VIDEO PAI TENTANG BELAJAR MAKHRAJ AL-QUR'AN



DI ZAMAN MODERN INI BANYAK SEKALI KALANGAN REMAJA YANG TIDAK BISA MEMBACA AL-QUR'AN, MAKA DARI ITU, SIMAK VIDEO BERIKUT............

VIDEO PAI TENTANG PRAKTEK SHOLAT JENAZAH


BEKAL YANG HARUS DIBAWA KETIKA MENUJU AJAL ADA 3:
1. AMAL YANG BERMANFAAT
2. ANAK YANG SHOLIH
3. BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA

VIDEO PAI tentang tata cara berwudhu sesuai tuntunan Rasulullah SAW



video kreatifitas bagi kalangan santri yang masih belum tau tentang tata cara berwudhu....... check do it.......

VIDEO PAI tentang tata cara berzakat fitrah


video tentang tata cara berzakat fitrah... check do it............

video PAI tentang tata cara ijab Qabul




LATIHAN IZAB KABUL SESUAI DENGAN TUNTUNAN RASULULLAH SAW...

LETS WATCHING...............

PENGERTIAN WUDHU MENURUT PARA IMAM 4 MADZHAB


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

                Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia terhadap Tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapat ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti. Bentuk dan jenis ibadah sangat bermacam – macam, seperti Sholat puasa, naik haji, jihad, membaca Al-Qur’an, dan lainnya. Dan setiap ibadah memiliki syarat – syarat untuk dapat melakukannya, dan ada pula yang tidak memiliki syarat mutlak untuk melakukannya. Diantara ibadah yang memiliki syarat – syarat diantaranya haji, yang memiliki syarat–syarat, yaitu mampu dalam biaya perjalannya, baligh, berakal, dan sebagainya.
Dan contoh lain jika kita akan melakukan ibadah sholat maka syarat untuk melakukan ibadah tersebut ialah kita wajib terbebas dari segala najis maupun dari hadats, baik hadats besar maupun hadats kecil.
Kualitas pahala ibadah juga dipermasalah jika kebersihan dan kesucian diri seseorang dari hadats maupun najis belum sempurna. Maka ibadah tersebut tidak akan diterima. Ini berarti bahwa kebersihan dan kesucian dari najis maupun hadats merupakan keharusan bagi setiap manusia yang akan melakukan ibadah, terutama sholat, membaca Al-Qur’an, naik haji, dan lain sebaginya.[1]



B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian wudhu menurut para Ulama’ dan dalil yang mewabjikannya?
2.      Sebutkan rukun-rukun wudhu yang disepakati para Ulama dan yang diperselisihkan?
3.      Sebutkan hal-hal yang membatalkan wudhu menurut para Ulama?
4.      Apa hikmah dari wudhu?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian wudhu menurut para Ulama’
Kata “Wudlu” (وضوء) dibaca dlommah huruf wawunya menurut pendapat yang lebih masyhur, yang dimaksudkan di sini ialah nama bagi suatu perbuatan dan  dibaca fathah huruf wawunya, berarti nama bagi sesuatu benda yang dibuat wudhu . pengertian yang pertama tadi mengandung beberapa fardhu dan sunnah wudhu. [2] Wudhu merupakan salah satu syarat sahnya sholat (orang yang akan sholat, diwajibkan berwudhu lebih dulu, tanpa wudhu shalatnya tidak sah. Sementara menurut istilah fiqih, para ulama mazhab mendefinisikan wudhu menjadi beberapa
pengertian, antara lain :
1.      Al-Hanafiyah mendefiniskan pengertian wudhu yaitu  membasuh dan menyapu dengan air pada anggota badan tertentu.
2.      Al-Malikiyah mendefinisikannyaWudhu’ adalah thaharah dengan menggunakan air yang mencakup anggota badan tertentu, yaitu empat anggota badan, dengan tata cara tertentu.
3.      Asy-Syafi’iyah mendefiniskannya Wudhu’ adalah penggunaan air pada anggota badan tertentu dimulai dengan niat.
4.      Hanabilah mendefinisaknnya Wudhu’ adalah : penggunaan air yang suci pada keempat anggota tubuh yaitu wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki, dengan tata cara tertentu seusai dengan syariah, yang dilakukan secara berurutan dengan sisa furudh.[3]
Wudhu disyariatkan bagi orang yang hendak melaksanakan sholat dan menjadi salah satu syarat sahnya sholat. Hal tersebut didasarkan pada firman Allah SWT pada surat Al-Ma-idah (5): 6:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِوَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
”Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, bertayammumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan debu itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu agar kamu bersyukur”
Juga didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لاتقبل صلاةُ من احدَثَ حتَّى يتَوضَّأ
“Rasulullah SAW bersabda: Allah tidak menerima sholat orang yang berhadats sebelum ia berwudhu. Dan berdasarkan ijma’, kesepakatan kaum Muslimin atas disyariatkannya wudhu, semenjak zaman Rasulullah SAW hingga sekarang ini, sehingga tak dapat disangkal lagi bahwa ia adalah ketentuan yang berasal dari agama.”


B.     Rukun-rukun wudhu
1)      Rukun wudhu yang disepakati semua Ulama’
a.       Membasuh muka
Membasuh muka menjadi salah satu rukun wudhu berdasarkan frase faghsilu wujuhakum dari QS. Al-Ma-idah: 6 di atas. Membasuh adalah mengalirkan air ke atasnya, karena arti membasuh adalah mengalirkan air. Basuhan harus merata ke seluruh wajah, yaitu mulai dari tempat tumbuhnya rambut/puncak kening sampai ujung dagu dari sisi panjangnya, dan melintang dari pinggir telinga ke pinggir telinga lainnya
b.      Membasuh tangan
Membasuh kedua tangan menjadi bagian dari rukun wudlu yang didasarkan pada frase wa aydiyakum ila al-marafiq dari QS. Al-Ma’idah: 6 di atas. Basuhan harus merata ke seluruh tangan mulai dari ujung-ujung jari hingga kedua siku-siku.
Mayoritas ulama’ sepakat bahwa kedua siku-siku harus dibasuh karena menjadi bagian dari kedua tangan sebagaimana ditunjukkan oleh kata ila yang berarti ma’a (beserta). Artinya membasuh tangan berikut kedua siku-siku. Sedangkan ahl al-dhahir, al Tabari dan sebagian ulama’ Malikiyah berpendapat bahwa kedua siku tidak wajib dibasuh, karena ila itu menunjukkan batas akhir yang harus dibasuh.
c.       Mengusap kepala
Mengusap kepala menjadi bagian dari rukun wudhu didasarkan pada frase wamsahu bi ru’usikum dari QS. Al-Maidah: 6 di atas.
Satu hal penting yang mesti dipahami bahwa ada perbedaan antara membasuh dan mengusap. Jika membasuh itu berarti air harus mengalir, sedangkan mengusap itu sekedar menyampaikan air tanpa harus mengalir, cukup dengan membasahi tangan kemudian diletakkan di atas kepala. [4]
Batasan mengusap adalah sekira air dapat sampai pada anggota, tanpa harus mengalir. Dalam mengusap sebagian kepala, minimal dengan mengusap apapun yang ada di batas kepala, baik kulit maupun rambut.
Berikut kesunnahan-kesunnahan ketika mengusap kepala:
a)      Mengusap keseluruhan apa yang ada di kepala, cara yang afdhol adalah dengan meletakkan dua jari telunjuk ditarik ke belakang hingga sampai tengkuk, kemudian dikembalikan kea rah kepala bagian depan.
b)      Mengusap daun telinga bagian luar dan dalam serta lubangnya. Caranya yang afdhol adalah dengan memasukkan kedua jari telunjuk yang telah dibasahi air pada lobang telinga, sementara kedua jari telunjuk yang telah dibasahi air pada lobang telinga, sementara kedua ibu jari digunakan untuk mengusap daun telinga dari bawah hingga ke atas, selanjutnya kedua telapak tangan yang telah dibasahi diusapkan pada sudut-sudut kedua telinga agar benar-benar merata.[5]
Tentang ketentuan batas minimal mash-al-ra’s, para ulama berbeda pendapat:
a)      Ulama Malikiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa mengusap semua kepala hukumnya wajib, karena ikhtiyat.
b)      Ulama Hanafiyah berpendapat, batas minimal mengusap adalah seperempat kepala, berdasarkan praktek Nabi yang membasuh ubun-ubun ketika mash al-ra’s.
c)      Ulama Syafiiyah berpendapat, bahwa cukup mengusap sebagian kepala.
Perbedaan pendapat tersebut bersumber dari perbedaan mereka di dalam memahami huruf ba’ pada kalimat biru’usikum Ulama Malikiyah dan Hanabilah memahami ba’ tersebut sebagai ziyadah (tambahan) yang berfungsi sebagai penguat saja. Jadi ayat tersebut adalah “….usaplah kepala-kepala kamu”. Mereka juga berpendapat ayat wudhu itu serupa dengan ayat tayammum. Bila dalam tayammum, muka diusap secara keseluruhan, maka ketika wudhu pun, semua kepala wajib diusap.
Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa ba’ pada kalimat biru’usikum menunjukkan sebagian bukan ziyadah. Dengan demikian ayat itu berarti “Usaplah sebagian kepala kamu”. Hanya saja Hanafiyah menentukan sebagian kepala itu adalah seperempat.
d.      Membasuh kaki
Membasuh kedua kaki juga menjadi bagian dari rukun wudhu didasarkan pada frase wa arjulakum ila al-ka’bayn dari QS. Al-ma’idah :6 di atas. Dalam membasuh kaki, kedua mata kaki harus ikut dibasuh sebab pada ayat di atas disebutkan ila al-ka’bayn (beserta kedua kaki). Demikian menurut jumhur ulama. Sebagian kecil ulama seperti madzhab Imamiyah, berpendapat bahwa kaki tidaklah dibasuh tapi cukup diusap, mulai ujung jari sampai pada mata kaki.
2)        Rukun wudhu yang diperselisihkan para Ulama’
a.       Niat
Pengertian niat secara etimologi adalah sengaja, kemauan dalam hati. Sedangkan menurut terminology, menyengaja melakukan sesuatu perbuatan pada saat perbuatan itu dimulai. Dengan demikian dalam konteks wudhu, seseorang berniat dalam hatinya untuk menghilangkan hadas pada saat wudhu dimulai.
Ulama berbeda pendapat tentang dimasukkannya niat dalam jajaran rukun wudhu. Jumhur Ulama’, Syafi’iyyah, Malikiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa niat merupakan salah satu rukun wudhu dengan argumentasi :
a)      Hadits Nabi SAW
انما الأعما ل باالنيّات واالنّمالكل امرئ مانوى
b)      Niat merupakan realisasi dari keikhlasan dan kesungguhan dalam beribadah. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa niat tidak termasuk rukun wudhu dengan dalih bahwa tidak ada satu ayat maupun hadits yang secara eksplisit dan konkret yang menyatakan bahwa niat merupakan bagian dari rukun wudhu.[6]
b.      Berturut-turut
Antara anggota satu dengan lainnya, yaitu dimulai sari wajah dan seterusnya sesuai yang tertera dalam Al-Qur’an. Pertama membasuh wajah, kedua membasuh kedua tangan, ketiga mengusap kepala, dan terakhir membasuh kedua kaki. Penjelasan tersebut adalah menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah yang menyandarkan pendapat pada riwayat dari Ibnu Umar, Zaid bin Tsabit, dan Abu Hurairah R.A. bahwa Nabi berwudhu berdasarkan urutannya, kemudian beliau bersabda:
“beginilah wudhu, sholat tidak diterima kecuali dengan wudhu seperti ini.” (HR. Nasa’i)
Ulama Hanafiyah dan Malikiyah berkata bahwa berturut-turut hukumnya sunnah bukan wajib. Pendapat ini berdasarkan riwayat Ibnu Abbas R.A. :
“Nabi SAW ketika berwudhu beliau membasuh wajah, kedua tangan, kedua kaki, kemudian mengusap kepala beliau dengan sisa air wudhunya.”
c.       Ulama Malikiyah dan Hanabilah menambahkan fadhu wudhu lainnya, yaitu menggosok anggota wudhu menurut ulama Malikiyah. Sementara itu, ulama Hanabilah menambahkan berkumur dan memasukkan air ke hidung, sebab kedua anggota tubuh tersebut termasuk wilayah wajah, serta mengusap kedua telinga karena termasuk bagian dari kepala.[7]
Selain yang tersebut di atas, masih ada beberapa kesunnahan yang bisa dilakukan pada masing-masing rukun, yaitu:
a)      Menggosok anggota wudhu saat pembasuhan
b)      Mengulangi basuhan atau usapan pada anggota wudhu sebanyak tiga kali
c)      Mendahulukan anggota wudhu bagian kanan diwaktu membasuh tangan dan kaki
d)     Muwalah (kontinyu, tanpa menunda-nunda), yaitu: menyegerakan basuhan setiap anggota wudhu selagi anggota sebelumnya belum mongering.
e)      Dikerjakan sendiri (tidak dibantu oleh orang lain di dalam pengusapan atau pembasuhan anggota wudhu’)
f)       Tidak berbicara disaat wudhu kecuali apabila amat dibutuhkan
g)      Tidak mengeringkan anggota wudhu yang telah dibasuh dengan semisal handuk, kecuali karena udzur, seperti kedinginan dan lain sebagainya.[8]
C.     Hal-hal yang membatalkan wudhu
Hal-hal yang membatalkan wudhu adalah sebagai berikut:
1.      Keluar sesuatu dari dua pintu atau dari salah satunya, baik berupa zat maupun angin, yang biasa ataupun tidak biasa, seperti darah baik yang keluar itu najis ataupun suci, seperti ulat.
Firman Allah SWT:
أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ
            “atau kembali dari tempat buang air.” (An-Nisa:43)
       Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa orang yang datang dari kakus kalau tidak ada air hendaklah ia tayamum. Berarti buang air itu membatalkan wudhu.
            Sabda Rasulullah SAW :
لا يَقبَلُ الله صَلاَتَ اَحَدِكم اذا اَحدَثَ حتَّ يتوضَّأَ – متفق عليه
       “Allah tidak menerima salat seseorang apabila ia berhadas (keluar sesuatu dari salah satu kedua lobang) sebelum ia berwudhu.” (sepakat ahli hadits)

2.      Hilang akal
Hilang akal karena mabuk/gila. Demikian pula karena tidur dengan tempat keluar angin yang tidak tertutup. Sedangkan tidur dengan pintu keluar angin yang tertutup, seperti orang tidur dengan pintu keluar angin yang tertutup, seperti orang tidur dengan duduk yang tetap, tidaklah batal wudhunya. adapun tidur dengan duduk yang tetap keadaan badannya, tidak membatalkan wudhu karena tiada timbul sangkaan bahwa ada sesuatu yang keluar darinya. Ada pula hadits riwayat Muslim, bahwa sahabat-sahabat Rasulullah SAW pernah tertidur, kemudian mereka salat atanpa berwudhu lagi. [9]
3.      Keluar Sperma
Keluarnya sperma yang menjadi sebab batalnya wudhu adalah yang keluarnya tanpa rasa nikmatdan dikeluarkan dengan sengaja. Kecuali ulama’ Syafi’iyah, dalam pandangan mereka keluarnya sperma menyebabkan seseorang wajib mandi dan bukan sebab batalnya wudhu, baik keluarnya dengan kenikmatan atau selainnya.
4.      Keluar Wadi
Wadi adalah cairan kental putih yang keluar setelah buang air kecil. Hal ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas yang telah kami sebutkan sebelumnya. Demikian pula halnya dengan air haadi, yaitu cairan putih yang keluar dari kemaluan wanita sebelum melahirkan.  Adapun sesuatu yang tidak biasa keluar seperti cacing, tongkat, darah, dan nanah, maka hukumnya sama, yaitu membatalkan wudhu. Kecuali ulama Malikiyah, menurut mereka keluarnya sesuatu yang tidak biasa keluar dari dua jalan tidak membatalkan wudhu, selama sesuatu yang keluar itu bukan karena sebelumnya orang tersebut menelannya kemudian keluar. Jika sebelumnya orang tersebut menelannya maka wudhunya batal.
5.      Menyentuh wanita
Dalam pandangan ulama Hanafiyah, menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu, kecuali disertai dengan bertemunya dua kemaluan tanpa penghalang. Jika hanya bersentuhan kulit satu dengan lainnya, maka tidak membatalkan wudhu. Hal tersebut didasarkan riwayat dari Aisyah R.A. dia berkata:
“Rasulullah SAW pernah mencium sebagian istri beliau kemudian keluar untuk mengerjakan sholat tanpa berwudhu lagi.” (HR. Ahmad)
Sementara Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa menyentuh wanita membatalkan wudhu. Menurut pendapat mereka hokum tersebut juga berlaku bagi orang yang menyentuh laki-laki yang memiliki paras cantik layaknya wanita, maka menyentuhnya dengan kenikmatan dapat membatalkan wudhu.[10]



6.      Menyentuh farji
Menyentuh kemaluan anak Adam dengan bathinnya telapak tangan dari diri orang yang berwudhu dan lainnya, baik itu laki-laki atau perempuan, kecil atau besar, masih hidup atau sudah mati.[11]
D.    Hikmah Wudhu
1.      Membersihkan dan Menyegarkan tubuh

Aktifitas Wudhu dilaksanakan tidak semata-mata membasuh anggota tubuh dan untuk menyegarkannya, namun wudhu adalah salah satu kewajiban yang dilaksanakan ketika ingin melaksanakan ibadah (Shalat) bagi kaum muslim, secara logika membasuh air pada bagian anggota tubuh akan membuat tubuh kita menjadi segar, namun hikmah tersebdiri dari kesegaran itu adalah kebersihan dari anggota tubuh yang dibasuh.

2. Menjernihkan pikiran dan akal

Akal merupakan suatu alat untuk mengukur baik buruknya sesuatu, mengontrol bagian tubuh yang lain dan berbagai perihal yang berhubungan dengan akal/pekerjaan otak. Pikiran dan akal manusia adalah ujung tombak dari sebuah tindakan yang pada akhirnya berujung pada tindakan yang dinilai baik dan buruk oleh orang lain.

3. Memelihara Akhlak

Dengan jernihnya akal dan pikiran kita maka perilaku atau perbuatan kita akan terkontrol, perilaku dan aktifitas yang terkontrol baik oleh akal akan membuat seseorang melakukan hal-hal positif yang tentunya berakhlak.[12]


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN:
A.    Pengertian wudhu
Wudhu merupakan salah satu syarat sahnya sholat (orang yang akan sholat, diwajibkan berwudhu lebih dulu, tanpa wudhu shalatnya tidak sah.
B.     Rukun-rukun wudhu
Yang disepakati ulama’:
Membasuh muka, membasuh tangan, mengusap kepala, membasuh kaki
Yang diperselisihkan para ulama’:
Niat, berturut-turut, menggosok anggota wudhu
C.     Hal-hal yang membatalkan wudhu
1.       Keluar sesuatu dari dua pintu atau dari salah satunya
2.       Hilang akal
3.       Keluar sperma
4.       Keluar Wadi
5.       Menyentuh wanita
6.       Menyentuh farji
D.    Hikmah wudhu
1.      Membersihkan dan menyegarkan tubuh
2.      Menjernihkan pikiran dan akal
3.      Memelihara Akhlaq





DAFTAR PUSTAKA

Ulfah Isnatin. Fiqh ibadah: menurut Al-Qur’an, sunnah dan tinjauan berbagai madzhab. Ponorogo: STAIN PO PRESS, 2009

Abu Amar, Imron. Fathul qorib. Kudus: Menara Kudus, 1983

Ar-rahbawi, Abdu Qadir. Fiqh Sholat: empat madzhab. Yogyakarta: Hikam pustaka, 2007
Rasyid, sulaiman. Fiqh Islam. Jakarta: sinar baru aslgensindo, 1954
Zainuddin, dzajuli. Fiqh ibabah: panduan lengkap versi ahlusunnah. Kediri: lembaga ta’lif wannasyr, 2008
A.    Illank, hikmah dan keajaiban wudhu (on line) http://cinikironk.blogspot.co.id/2013/09/hikmah-keajaiban-wudhu.html# Diakses 13 September 2013
Muhammad Saepullah, shalat dan wudhu menurut beberapa pendapat, (on line) http://www.pkbmberkah.org/?p=1202. Diakses tanggal 5 Februari 2016
Nugraha Wisnu Putra, Hadas dan Najis, (online). https://nugrahawisnuputra.wordpress.com.  Diakses tanggal 01 Desember 2014



[1] Nugraha Wisnu Putra, Hadas dan Najis, (online). https://nugrahawisnuputra.wordpress.com.  Diakses tanggal 01 Desember 2014
[2] H. imron Abu Amar, fathul qorib (Kudus: Menara Kudus, 1983), 12.
[3] Muhammad Saepullah, shalat dan wudhu menurut beberapa pendapat, (on line) http://www.pkbmberkah.org/?p=1202. Diakses tanggal 5 Februari 2016
[4] Isnatin Ulfah, Fiqh Ibadah: menurut Al-qur’an, Sunnah dan tinjauan Berbagai Madzhab (Ponorogo: STAIN PO Press, 2009), 18.
[5] KH.A. Zainuddin Djazuli, Fiqh Ibadah: Panduan Lengkap Versi Ahlusunnah (Kediri: Lembaga Ta’lif Wannasyr, 2008), 12.
[6] Isnatin Ulfah, Fiqh Ibadah: menurut Al-qur’an, Sunnah dan tinjauan Berbagai Madzhab (Ponorogo: STAIN PO Press, 2009), 18.
[7] Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Fiqh Shalat: empat madzhab (Yogyakarta: Hikam Pustaka, 2007), 78.
[8] [8] KH.A. Zainuddin Djazuli, Fiqh Ibadah: Panduan Lengkap Versi Ahlusunnah (Kediri: Lembaga Ta’lif Wannasyr, 2008), 15.
[9] Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam (Jakarta: Sinar Baru Algensindo, 1954), 30.
[10] Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Fiqh Shalat: empat madzhab (Yogyakarta: Hikam Pustaka, 2007), 95.
[11] H. imron Abu Amar, fathul qorib (Kudus: Menara Kudus, 1983), 26.
[12] A. Illank, hikmah dan keajaiban wudhu (on line) http://cinikironk.blogspot.co.id/2013/09/hikmah-keajaiban-wudhu.html# Diakses 13 September 2013

makalah mengenai asbabun-Nuzul (sebab-sebab diturunkannya Al-Qur'an


BAB I

PENDAHALUAN

Al-Qur’an adalah kitab suci kaum muslimin dan menjadi sumber ajaran Islam yang pertama dan utama yang harus mereka imani dan aplikasikan dalam kehidupan mereka agar mereka memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat.Karena itu, tidaklah berlebihan jika selama ini kaum muslimin tidak hanya mempelajari isi dan pesan-pesannya.Tetapi juga telah berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga otentitasnya.Upaya itu telah mereka laksanakan sejak Nabi Muhammad Saw masih berada di Mekah, setelah hijrah ke Madinah hingga saat ini. Dengan kata lain upaya tersebut telah mereka laksanakan sejak al-Qur’an diturunkan hingga saat ini. Imam al-Wahidi menyatakan “ tidak mungkin orang mengerti tafsir suatu ayat, kalau tidak mengetahui ceritera yang berhubungan dengan ayat-ayat itu, tegasnya untuk mengetahui tafsir yang terkandung dalam ayat itu harus mengetahui sebab-sebab ayat itu diturunkan”.
Ilmu Asbab Al-Nuzul termasuk di antara ilmu-ilmu penting, ilmu ini menunjukkan dan menyingkap hubungan dan dialektika antara teks dengan realitas. Atas realitas, dan menegaskan hubungan “dialogis” dan dialektik” antara teks dengan realitas.
Fakta-fakta berkaitan dengan teks menegaskan bahwa teks diturunkan secara berangsur-angsur selama  kurang lebih dari dua puluh tahun. Teks juga menegaskan bahwa setiap ayat atau sejumlah ayat diturunkan ketika ada suatu sebab khusus yang mengharuskannya diturunkannya, dan bahwa sangat sedikit ayat yang diturunkan tanpa ada sebab eksternal. Ulama Al-Qur’an memandang bahwa bingkai realitas melalui jenis ayat atau sejumlah ayat dapat dipahami, ditentukan oleh sebab atau munasabah tertentu. Atau dengan kata lain, ulama menyadari bahwa kemampuan mufassir untuk memahami makna teks harus didahului dengan pengetahuan tentang realitas-realitas yang memproduksi teks-taks tersebut. 
Ulama salaf tatkala terbentur kesulitan dalam memahami ayat dan teks ayat, mereka segera kembali berpegang pedoman asbabun nuzulnya. Dengan cara ini hilanglah semua kesulitan yang mereka hadapi dalam mempelajari dan memahami al-Qur’an oleh “Asbabun Nuzul”.


BAB II

1. PENGERTIAN SABAB AL-NUZUL

     Menurut bahasa “Sabab Al-Nuzul” berarti sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an.[1] Yang terdiri atas (اسبا ب) dan (النزول).Asbab adalah kata jamak dari mufrod Sabab yang artinya sebab, oknum, sumber jalan.
Menurut Manna’ al-Qathan dan Subhi as-Shalih Sabab nuzul ialah sesuatu yang dengan keadaan sesuatu itu terjadi seperti suatu peristiwa atau pertanyaan,[2] Al-Qur’an diturunkan Allah SWT kepada Muhammad SAW secara berangsur-angsur dalam masa lebih kurang 23 tahun. Al-Qur’an diturunkan untuk memperbaiki akidah, ibadah, akhlak, dan pergaulan manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran.Karena itu, dapat dikatakan bahwa terjadinya penyimpangan dan kerusakan dalam tatanan kehidupan manusia merupakan sebab turunnya Al-Qur’an. Ini adalah sebab umum bagi turunnya Al-Qur’an. Sabab al-nuzul atau Asbab Al-Nuzul ( sebab turun ayat) disini dimaksudkan sebab-sebab yang secara khusus  berkaitan dengan turunnya ayat-ayat tertentu. Shubhi Al-Shalih memberikan definisi Sabab Al-Nuzul sebagai berikut:
  “sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau  okum jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut”
Definisi ini memberikan pengertian bahwa sebab turun suatu ayat adakalanya berbentuk peristiwa dan adakalanya berbentuk pertanyaan.Suatu ayat-ayat atau beberapa ayat turun untuk menerangkan hal yang berhubungan dengan peristiwa tertentu atau oknum jawaban terhadap pertanyaan tertentu.[3]
2.      Sebab-sebab turun ayat dalam bentuk peristiwa
 ada tiga macam:
Yang pertama, peristiwa berupa pertengkaran, seperti perselisihan yang berkecamuk antara golongan dari suku Aus dan golongan dari suku Khazraj. Perselisihan itu timbul dari intrik-intrik yang ditiupkan orang-orang yahudi sehingga mereka berteriak-teriak”senjata, senjata”. Peristiwa tersebut menyebabkan turunnya beberapa ayat surat Ali Imran mulai dari firman Allah:
يَا اَيُّهَا لَّذِ يْنَ ا مَنُوْا اِنْ تُطِيْعُوْا فَرِيْقًا ِمَن الَّذِ يْنَ اُوْتُوْ االْكِتبِ يَرُدُّوْ كُمْ بَعْدَ اِيْمَا نَكُمْ كفِريْنَ (ال عمران)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi al-kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir, sesudah kamu beriman”. (Q.S. Ali  Imran: 100)
Sampai beberapa ayat sesudahnya. Hal ini merupakan cara terbaik untuk menjauhkan orang dari perselisihan dan merangsang orang untuk menjauhkan orang dari perselisihan dan merangsang orang kepada sikap kasih oknum, persatuan, dan kesepakatan.[4]
Kedua, peristiwa berupa kesalahan yang serius, seperti peristiwa seorang yang mengimani salat sedang mabuk sehingga tersalah membaca surat al-kafirun. okum                                         قُلْ يَا اَيُّهَا اْلكفِرُوْنَ, اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَdengan tanpa   لَا pada لَا اَعْبُدُ . Peristiwa ini menyebabkan turun ayat:
يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْ الَاتَقْرَبُوْاالصَّلوةَ وَاَنْتُمْ سُكرى حَتَّى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ ....(النساء)
Artinya” hai orang-orang yang beriman janganlah kamu hampiri salat sedang kamu dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan…” (Q.S. An-Nisa’: 43)[5]
Ketiga, peristiwa itu berupa cita-cita dan keinginan, seperti persesuaian persesuaian(muwafaqat) umar bin al-khattab dengan ketentuan ayat-ayat Al-Qur’an.Dalam sejarah, ada beberapa harapan umar yang dikemukakannya kepada nabi Muhammad.Kemudian turun ayat-ayat yang kandungannya sesuai dengan harapan-harapan umar tersebut.Sebagian ulama telah menulisnya secara khusus sebagai contoh, imam al-bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Anas ra. Bahwa umar berkata: “ aku sepakat dengan tuhanku dalam tiga hal: aku katakana kepada rasul, bagaimana sekirannya kita jadikan makam Ibrahim tempat salat , maka turunlah ayat:
وَاتَّخذُوْا مِنْ مَقَامِ اِبْرَا هِيْمَ مُصَلَّى
“Aku katakana kepada rasul, sesungguhnya isteri-isterinya masuk kepada mereka itu orang yang baik-baik dan orang yang jahat, maka bagaimana sekiranya engkau perintahkan kepada mereka agar bertabir, maka turunlah ayat hijab” (Q.S. Al-Ahzab:53) dan isteri-isteri rasul mengerumuninya pada kecemburuan. Aku katakana kepada mereka:
عَسَى رَبُّهُ اَنْ طَلَّقَكُنَّ اَنْ يُبْدِ لَهُ اَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ
Artinya: (jika nabi menceraikan  kamu,  boleh jadi tuhannya okum ganti, kepadanya dengan isteri-isteri yang lebih baik dari kamu):, maka turunlah ayat yang serupa degan itu pada surat al-tahrim ayat 5.[6]
Adapun sebab-sebab turun ayat dalam bentuk pertentangan dapat dikelompokan menjadi tiga macam:
 Pertama, pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang telah lalu, seperti ayat: 
ويسًلو نك عن ذى القر نين (الكهف)
Artinya : mereka bertanya kepadamu tentang zulkarnain” [7]
Kedua, pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung pada waktu itu, seperti ayat :
ويسًلونك عن الروح قل الروح من امر ربى وما اوتيتم من العلم الا قليلا (الاسراء)
Artinya: “dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah bahwa ruh itu urusan tuhanku, dan kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit (Q.S. Al-Isra:85)
Ketiga, pertanyaan yang berhubungan dengan masa yang akan okum, seperti ayat:
يسًلنك عن الساعة ايا ن مرساها (النازعات)
Artinya : mereka bertanya kepaamu tentang kiamat, kapankah tejadinya ??”[8]
  Pembagian Ayat-ayat alquran terbagi menjadi dua kelompok.Pertama, kelompok yang turun tanpa sebab, dan kedua adalah kelompok turun dengan sebab tertentu.[9]

2.        AYAT YANG ADA SEBAB NUZULNYA
Jarang  atau sedikit sekali ayat-ayat hukum yang turun tanpa suatu sebab. Dan sebab turunnya ayat itu adakalanya berupa pertanyaan dari kalangan Islam dan dari kalangan lainnya yang ditujukan kepada Nabi.
Contoh ayat yang turun karena ada suatu peristiwa ialah surat al-Baqarah: 221
ولا تنكحوا المشركات حتى يؤمن ولأمة مؤمنة خير من مشركة ولو اعجبتكم , ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو اعجبكم , اولئك يدعون الى النار والله يدعوا الى الجنة والمغفرة بإذ نه  ويبين اياته للناس لعلهم يتذكرون
Artinya : Janganlah kamu kawini wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman, sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu mengawinkan orang-orang musyrik  (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka mukmin, sesungguhnya budak mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat (perintah-perintah-Nya) kepada manusia sepaya mereka mengambil pelajaran.
Turunnya ayat ini adalah karena adanya peristiwa sebagai berikut : Nabi mengutus mursyid al-Ghanawi ke Mekah untuk tugas mengeluarkan orang-orang Islam yang lemah. Setelah sampai disana, ia dirayu oleh wanita musyrik yang cantik dan kaya, tetapi ia menolak karena takut kepada Allah. Kemudian wanita tersebut datang lagi dan minta agar dia dikawini.  Mursyid pada prinsipnya dapat menerimanya, tetapi denga syarat setelah mendapat persetujuan dari Nabi. Setelah di kembali ke Madinah ia menerangkan kasus yang dihadapi dan ia minta izin kepada Nabi untuk kawin dengan wanita itu.[10]

3.      AYAT YANG TIDAK ADA SEBAB NUZULNYA
Ayat-ayat semacam ini banyak terdapat dalam Al-Qur’an dan jumlahnya lebih banyak dari pada ayat-ayat hukum yang mempunyai asbabun nuzul misalnya ayat-ayat yang mengisahkan hal ihwal umat yang dahulu beserta para nabinya, atau menerangkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa yang lalu, atau menceritakan tetang hal-hal  yang ghaib yang akan terjadi, atau menggambarkan keadaan hari kiamat beserta nikmat surga dan siksaan neraka.
Ayat-ayat yang demikian itu diturunkan oleh Allah bukan untuk memberi tanggapanterhadap suatu pertanyaan atau suatu peristiwa yang terjadi pada waktu itu, melainkan semata-mata untukkk memberi petunjuk kepada manusia agar menempuh jalan yang lurus. Dan Allah menjadikan ayat-ayat ini mempunyai hubungan menurut konteks Qur’ani dengan ayat-ayata sebelumnya dan ayat-ayat sesudahnya.
Karena itu tidak benar dugaan sebagian Ulama bahwa setiap ayat yang turun itu mempunya asbabun nuzul. Bahkan hanya sebagian kecil saja ayat-ayat Al-Qur’an itu mempunyai asbabun nuzulnya, yakni aayat-ayat ahkam. Di luar ayat-ayat ahkam, seperti ayat-ayat yang mengisahkan hal-ihwal para Nabi beserta umatnya masing-masing, pada umumnya tidak punya asbabun nuzul. Kalau ayat-ayat kisah ini bisa dikatakan punya asbabun nuzul, maka asbabun nuzulnya hanya mempunya suatu motif saja yang bersifat umum, yakni ; untuk menghibur Nabi Muhammad SAW, dan untuk menguatkan hatinya dalam menghadapi tantangan-tantangan yang keras teruatama dari kaum sendiri (Quraisy). Misalnya ayat-ayat tentang kisah Nabi Musa AS yang berulang-ulang diungkapkan di tempat-tempat yang terpencar-pencar dengan gambaran-gambaran atau peristiwa-peristiwa yang bermacam-macam.
Namun demikian, ada juga ayat-ayat tentang kisah yang diturunkan karena ada sebab. Tetapi ayat semacam ini sedikit sekali. Misalnya turunnya surat Yusuf seluruhnya adalah karena adanya keinginan yang serius dari para sahabat yang disampaikan kepada Nabi agar Nabi berkenan bercerita yang mengandung pelajaran dan peringatan, dengan ucapan :
يا رسول الله لوقصصت علينا .
(Ya Rosullah alangkah senangnya kita semua, sekiranya engkau bercerita kepada kita). Maka Allah SAW menurunkan firman-Nya:
آلم , تلك ايات الكتاب المبين , انا انزلناه قرآنا عربيا لعلكم تعقلون ,  نحن نقص عليك احسن القصص بما اوحينا اليك هذا القرأن  , وان كنت من قبله لمن الغافلين .
Artinya : Alif Lam Mim, itu adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab agar kamu memahaminya. Kami menceritakan kepadamu, kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)-nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui (dan seterusnya dari surat Yusuf).
Adapun sahabat yang menceritakan latar belakang turunnya ayat-ayat dari surat Yusuf itu adalah Sa’ad bin Abi Waqqas. [11]
Para ulama salaf sangat berhati-hati dalam menerima dan meriwayatkan Asbab Al-Nuzul (sebab-sebab turu alquran)Muhammad ibnu sirin pernah berkata “ aku bertanya kepada Ubaidah tentang suatu ayat al-quran. Ia menjawab” bertakwalah kepada Allah dan katakanlah yang benar.Telah pergi orang-orang yang mengetahui tentang hal kepada siapa ayat itu diturunkan”. Akan tetapi, kehati-hatian  semacam initidak sampai menghalangimereka untuk menerima riwayat sahabat dalam masalah Asbab Al-Nuzul.[12]




4.      MACAM-MACAM ASBAB AL-NUZUL DAN CONTOHNYA
  Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, Sabab Al-Nuzul dapat dibagi menjadi Ta’aaddud Al-Asbab Al-Nazil Wahid(sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu) dan Ta’addud Al-Nazil Wa Al-Sabab Wahid( ini persoalan yang terkandung  dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu).[13]Sebab turun ayat disebut Ta’addud Al-Nazil bila ditemukan dua riwayat yang berbeda atau lebih tentang sebab turun suatu ayat atau sekelompok ayat tertentu.Sebaliknya, sebab turun itu disebut Wahid atau tunggal bila riwayatnya hanya satu.Suatu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut Ta’addud Al-Nazil, bila inti persoalan yang terkandung dalam ayat yang turun sehubungan dengan sebab tertentu lebih dari satu persoalan.
  Jika ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab turun ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka kedua riwayat ini diteliti dan dianalisis.Permasalahannya ada empat bentuk.Pertama, salah satu dari keduanya sahih dan lainnya tidak.Kedua, keduanya sahih, akan tetapi salah satunya mempunyai penguat dan lainnya tidak. Ketiga, keduanya sahih dan keduanya sama-sama tidak tidak mempunyai penguat.Akan tetapi keduanya dapat diambil sekaligus.Keempat, keduanya sahih, tidak mempunyai penguat dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.[14]
  Bentuk pertama diselesaikan dengan jalan memilih riwayat yang sahih dan menolak yang tidak sahih. Misalnya perbedaan yang terjadi antara riwayat Bukhari, Muslim, dan lainnya dari satu pihak dan riwayat At-Tabrani dan Ibnu Abi Yaibah dipihak lain. Bukhari, Muslim, dan lainnya, meriwayatkan dari Jundab. Ia (Jundab) berkata” Nabi SAW Kesakitan sehingga ia tidak bangun satu atau dua malam. Seorang perempuan dating kepadanya dan berkata: “ hai Muhammad, saya tidak melihat setanmu kecuali ia telah meninggalkanmu”. Maka Allah menurunkan, Surat Ad-Dhuha 1-3.At Thabrani dan Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Hafsh bin Maisarah dari ibunya, dari ibunya (neneknya ibu) dan ibunya ini pembantu rasul SAW: “Sesungguhnya seekor anak anjing memasuki rumah Nabi SAW, Anak anjing itu masuk kebawah tempat tidur dan mati, maka selam empat hari nabi SAW, tidak dituruni wahyu, maka ia (nabi) berkata: hai Khaulah, apa yang telah terjadi pada diri say sendiri: :sekiranyalah engkau persiapkan rumah ini dan engkau sapu, maka saya jangkaukan penyapu kebawah tempat tidur itu, maka saya mengeluarkan anak anjing tersebut, nabi SAW pun dating dalam keadaan jenggotnya gemetar, dan memang jika turun (wahyu) kepadanya ia menjadi gemetar” maka Allah menurunkan : والضحى hingga firman-Nya: فترضى
  Dalam hal demikian menurut Al-Zarqani, kita mendahulukan riwayat yang pertama dalam menerangkan sebab turunnya ayat tersebut karena kesahihan riwayatnya dan tidak riwayat yang kedua.Sebab, dalam sanad riwayat kedua terdapat periwayat yang tidak dikenal.[15] Ibnu Hajar berkata: “ Kisah terlambatnya Jibril karena adanya anak anjing yang masukitu.
  Bentuk kedua ialah keadaan dua riwayat itu sahih.Akan tetapi, salah satu diantaranya mempunyai penguat.  Penyelesaiannya dengan mengambil yang kuat (rajihah).Penguat itu adakalnya salah satunya lebih sahih dari yang lainnya atau periwayat salah satu dari dari keduanya menyaksikan kisah itu berlangsung, sedang periwayat lainnya tidak demikian.Misalnya, hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Ibnu Mas’id. Ia (Ibnu Mas’ud) berkata “ saya berjalan bersam Nabi SAW di Madinah dan ia (nabi) bertongkatkan pelepah kurma, ia melewati sekelompok orang yahudi. Mereka berkata kepada sebagian lainnya:” coba kamu okum dia”, maka mereka berkata: ”ceritakan pada kami tentah ruh”. Nabi terhenti sejenak dan kemudian ia mengangkatkan kepalanya saya pun mengerti bahwa ia dituruni wahyu hingga wahyu itu naik.”
Dalam hubungan ayat yang sama, at-tirmizi meriwayatkan hadis yang disahihkan dari Ibnu Abbas. Ia (Ibnu Abbas) berkata:” orang-orang Quraisy berkata kepada orang-orang Yahudi,”berikanlah kepada kami sesuatu yang akan kami pertanyakan kepada orang ini (nabi)” mereka berkata:’ tanyakanlah kepadanya tentang ruh”, mereka pun menanyakannya, maka Allah berfirman: 
ويسًلونك عن الروح (الاية)
Menurut As-Suyuti dan Al-Zarqani, riwayat yang kedua ini menunjukkan bahwa ayat tersebut turun di Mekkah dan sebab turunnya adalah pertanyaan kaum Quraisy.Sedangkan riwayat yang pertama jelas menunjukkan turunnya diMadinah karena sebab turunnya adalah pertanyaan orang-orang yahudi.riwayat Al-Bukhari lebih shahih dari riwayat lainnya. Sebab periwayat pertama, Ibnu Mas’ud menyaksikan kisah turun ayat tersebut sedangkan periwayat kedua tidak demikian.[16]
  Bentuk ketiga adalah kesahihan dua riwayat itu sama dan tidak ditemukan penguat bagi salah satu keduanya, akan tetapi, keduanya dapat dikompromikan. Kedua sebab itu benar terjadi dan ayat turun mengiringi peristiwa tersebut karena masa keduanya berhampiran.Penyelesaiannya adalah dengan menganggap terjadinya beberapa sebab bagi turunnya ayat tersebut. Ibnu hajar pernah berkata:” tidak ada halangan bagi terjadinyaTa’addud Al-Asbab (sebab ganda).” Misalnya, hadits yang diriwayatkan oleh al-bukhari dari jalan ikrimah dari ibnu abbas, bahwa Hilal bin umayyah menuduh isterinya berbuat mesum (qazf) disisi nabi dengan syarik bin samha, nabi berkata:” bukti atau hukuman (had) atas pundakmu”. Ia berkata “ hai Rasulullah, jika seseorang dari kami mendapati seorang laki-laki bersama isterinya, dia harus pergi mencari bukti??”, menurut satu riwayat ia berkata: “ demi tuhan yang membangkitkanmu dengan kebenaran, sesungguhnya saya benar, dan sesungguhnya Allah akan menurunkan sesuatu (ayat) yang akan membebaskan pundak saya dari hukuman, maka Jibril pun turun dan menurunkan atas (Nabi)”, maka turunlah surat An-Nur ayat 6.[17]
  Sementara itu, Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Sahl bin Sa’d, bahwa Uwaimir okum kepada Ashim bin Adiy yaitu pemimpin bani Ajlan saraya berkata:” Bagaimana pendapatmu tentang seorang yang menemukan isterinya bersama laki-laki lain. Apakah ia bunuh laki-laki itu maka kamu pun membunuhnya, atau bagaimanakah ia bertindak ?tanyakanlah untuk saya hal yang demikian kepada rasul SAW. Ashim pergi menanyakan kepada rasul, tetapi rasul tidak memberikan jwaban sehingga Uwaimir pergi menanyakan langsung kepada rasul. Rasul berkata: “ allah telah menurunkan Al-Qur’an tentang engkau dan temanmu(isterimu)”. Rasul memerintahkan keduanya melakukan mula’anah sehingga Uwaimir melakukan li’an terhadap isterinya”.
  Kedua riwayat ini sahih dan tidak ada penguat bagi salah satu keduanya atas lainnya. Oleh karena itu,  tidak terdapat kesulitan untuk menjadikan kedua-duanya sebagai sebab turun ayat-ayat tersebut karena waktu peristiwanya berhampiran. Masalah ini juga dapat diselesaikan melalui jalanlain, yaitu dengan memahaminya dari riwayat yang kedua. Melalui riwayat yang kedua dapat dipahami bahwa ayat-ayat mula’anah pada mulanya turun sehubungan dengan masalah Hilal.Kemudian, Uwaimir okum, maka rasul menjawabnya dengan ayat-ayat yang telah turun pada masalah Hilal.[18]
  Bentuk keempat ialah keadaan dua riwayat itu sahih, tidak ada penguat bagi salah satu keduanya atas lainnya, dan tidak pula mungkin menjadikan keduanya sekaligus sebagai Asbab Al-Nuzul karena waktu peristiwanya jauh berbeda.Penyelesaian masalah ini adalah dengan menganggap berulang-ulangnya ayat itu turun sebanyak Asbab Al-Nuzulnya.Misalnya ialah hadits yang diriwayatkan Al-Baihaqi dan Al-Bazzar dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW tegak dekat hamzah ketika gugur menjadi syahid dan tubuhnya dicincang-cincang. Nabi berkata: “sungguh saya akan cincang tujuh puluh orang dari mereka sebagai penggantimu”. Jibrilpun turun, nabi masih berdiri dengan membawa tiga ayat dari akhir surat An-Nahl: وان عا قبتم فعا قبوا بمثل ما عو قبتم به.... الى اخر سورة النحل
Sementara itu,At-Tirmizi dan Al-Hakim meriwayatkan dari Ubay bin Ka’b. ia berkata: “tatkala pada perang uhud jatuh (korban) dari kaum ansar 64 orang dan dari kaum Muhajirin enam orang termasuk hamzah,mereka teraniaya, maka kaum ansar berkata: ‘’ jika kita dapat mengalahkan mereka pada suatu hari seperti ini, kita akan melebihkan (jumlah korban) mereka nanti”. Pada penaklukan kota mekkah, Allah menurunkan ayat:
وان عا قبتم فعا قبو
Riwayat pertama menunjukkan bahwa ayat tersebut turun pada perang uhud dan riwayat kedua menunjukkan turunnya pada penaklukan Mekkah.[19]Sedangkan jarak waktu antara dua peristiwa tersebut beberapa tahun.Karena itu, sulit diterima akal bahwa ayat itu turun satu kali mengiringi dua peristiwa sekaligus.Berdasarkan hal itu, tidak ada jalan keluar selain dengan mengatakan turunnya berulang-ulang, sekali pada perang uhud dan sekali lagi pada Penaklukan Mekkah.[20]

5.      BENTUK – BENTUK ASBABUN NUZUL
            Dari definisi diatas bahwa bentuk asbabun nuzul itiu ada dua yaitu:
A)    Terjadinya suatu peristiwa, lalu turun ayat yang menjelasknnya
B) Adanya pertanyaan yang diajukan kepada Nabi saw lalu turun ayat untuk menjawabnya. Misalnya pertanyaan seorang perempuan bernama Khaulah binti Sa’labah kepada Nabi saw bahwa suaminya Aus bin as-Samit telah menziharnya, yang berarti bahwa mereka harus bercerai. Tetapi ia menyatakan kepada Nabi saw bahwa mereka masih saling mencintai, Nabi saw mula-mula menjawab bahwa mereka harus bercerai, tetapi perempuan itu menolak, dan pulang. Sehingga turun ayat orang yang ingin melannggar ziharnya:
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ (1) الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ (2) وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (3) فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ (4) “sunnguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad saw) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. Orang-orang diantara kamu yang menzihar istrinya, (menganggap istrinya sebagai ibunya,padahal) istri mereka bukanlah ibunya. Ibu-ibu mereka hanyalah perempuan yang melahirkan. Dan sesungguhnya mereka benar-benar mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun. Dan mereka yang menzihar istrinya, kemudian menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (mereka diwajibkan) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Allah Maha teliti apa yang kamu kerjakan. Maka barang siapa tidak dapat (memerdekakan hamba sahaya), maka (dia wajib) puasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Tetapi barang siapa tidak mampu, maka (wajib) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah agar kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang yang mengingkarinya akan mendapat azab yang sangat pedih”. ( Al-Mujadalah [58]: 1-4)[21]








6.   PERLUNYA MENGETAHUI TENTANG SABAB AL-NUZUL DALAM MEMAHAMI AL-QURAN

Mempelajari dan mengetahui Sabab  Al-Nnuzul bagi turunnya al-quran sangat penting, terutama dalam memahami ayat-ayat yang menyangkut okum. Diantara Faidah mengetahui asbab al-nuzul adalah:
1.                     Membantu dalam penafsiran atau pemahaman makna ayat Al-Qur’an dan                    menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang sulit ditafsirkan
2.                     Mengetahui hikmah dalam penetapan okum
3.                     Mengkhususkan okum bersifat umum
4.                     Mengetahui siapa yang menjadi sebab turunnya ayat serta memberikan                                ketegasan bila terdapat keragu-raguan. [22]
5.                     Pengetahuan tentang Sabab Al-Nuzul dapat menolak adanya Hasr dalam ayat                    yang menurut lahirnya Hasr
6.                     Pengetahuan tentang Sabab Al-Nuzul dapat mengkhususkan okum pada                           sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah                       kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal.










BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.      Menurut bahasa “Sabab Al-Nuzul” berarti sebab turunnya ayat-ayat  Al-Qur’an.
2.      Sebab-sebab turun ayat dalam bentuk peristiwa ada tiga macam:
Pertama, peristiwa berupa pertengkaran
Kedua, peristiwa berupa kesalahan yang serius
Ketiga, peristiwa itu berupa cita-cita dan keinginan
3.      Sebab-sebab turun ayat yang dalam bentuk pertentangan ada tiga macam:
Pertama, pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang telah lalu
Kedua, pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung pada         waktu itu
Ketiga, pertanyaan yang berhubungan dengan masa yang akan datang
4.      Pembagian Ayat-ayat alquran terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok yang turun tanpa sebab, dan kedua adalah kelompok turun dengan sebab tertentu
5.      Macam- macam Sabab Al-Nuzul Yaitu:
Ta’aaddud Al-Asbab Al-Nazil Wahid (sebab turunnya lebih dari satu dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu) dan Ta’addud Al-Nazil Wa Al-Sabab Wahid (ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu).
6.      Perlunya mengetahui Asbab Al-Nuzul diantaranya:
1.                     Mengetahui hikmah dalam penetapan hukum                       
2.                     Mengkhususkan hukum bersifat umum
3.                     Mempermudah orang menghafal ayat-ayat AL-Qu’an serta memperkuat                             keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya.




DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Quran 1, 1997, Bandung: Pustaka Setia.
     Ferry Rosstar, Asbab Al-Nuzul (Ulumul Qur’an),https://ferryrosstar.wordpress.com/2013/09/19/asbab-al-nuzul-ulumul-quran/
     Firyal Almira, Makalah Ulumul Qu’an, https://firyalmiras.wordpress.com/2015/05/07/makalaha-ulumul-quran/.
Meza Zainul, Asbab Al-Nuzul http://mezazainul.blogspot.co.id/2012/03/asbab-al-       nuzul.html.
Mohammad Gufron dan Rahmawati, Ulumul Qur’an,2013, Yogyakarta: Penerbit Teras.
Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasni, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, 1999,                   Bandung: Pustaka Seyia.




[1] Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’I, Ulumul Quran 1, (Bandung: Pustaka Setia,1997),89.
[2] Ferry Rosstar, Asbab Al-Nuzul (Ulumul Qur’an),https://ferryrosstar.wordpress.com/2013/09/19/asbab-al-nuzul-ulumu;-quran/ diakses pada tanggal 05 Oktober 2015 pukul 15:32.
[3] Rofi’I, Ulumul, 90.
[4] Ibid, 90-91.
[5]Ibid., 91.
[6]Ibid., 92.
[7]Ibid., 92-93.
[8] Ibid.
[9]Ibid., 95-96.
[10]Meza Zainul, Asbab Al-Nuzul, http://mezazainul.blogspot.co.id/2012/03/asbab-al-nuzul.htmldiakses padatanggal  06 Oktober 2015 pukul 14:22.
[11]Firyal Almira, Makalah Ulumul Qur’an, https://firyalmiras.wordpress.com/2015/05/07/makalaha-ulumul-quran/ diakses pada tanggal 07 Oktober pukul 16:25 .
[12]Ibid., 97.
[13]Ibid., 99.
[14]Ibid., 100.
[15]Ibid., 101.
[16]Ibid., 102.
[17]Ibid., 103.
[18]Ibid., 103-104.
[19] Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasni, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an,(Bandung: Pustaka Seyia,1999),33.
[20] Ibid,. 105
[21] https://pustakailmudotcom.wordpress.com/2012/06/26/asbabun-nuzul/
[22] Mohammad Gufron dan Rahmawati, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Penerbit Teras,2013), 24